Sebelum lanjutkan artikel Bagaimana Penjelasannya Jika Belum Aqiqah hingga Sudah Dewasa? Simak YuK!, Sekedar kami info:
Jika anda berminat mencari Jasa Aqiqah Terpercaya dan Profesional dengan harga murah kunjungi website Jasa Aqiqah Jabodetabek
Akikah adalah satu diantara sunah Rasulullah saw maka kita selaku umatnya mesti usaha hidupkan apa yang diberikan penutup banyak Nabi itu.
Aqiqah secara bahasa yaitu rambut yang tumbuh di kepala bayi yang anyar lahir. Sementara itu menurut makna akikah yaitu tuntunan Rasulullah saw buat menyembelihkan hewan (kambing) buat keperluan bayi yang anyar lahir, ialah dicukur rambutnya serta disebut.
Dalam sebuah sejarah dijelaskan dari Samuroh bin Jundub, Rasulullah saw bersabda, “Tiap-tiap anak tergadaikan dengan akikahnya, disembelihkan untuk dia dalam hari ke tujuh, dicukur rambutnya, serta disebut.” (HR. Abu Dawud)
Menurut banyak ulama, arti dari tergadaikan dalam hadis di atas yaitu seandainya tak dilakukan akikah buat sang bayi, jadi pembelaan kepada orang tuanya kedepannya dalam hari kiamat bakal terhambat.
Tidak sekedar itu, Ibnu Qayyim menambah kalau akikah berfaedah buat membebaskan rayuan setan dari bayi yang anyar lahir ke dunia. Berdasar pada hadis di atas juga, jumhur ulama sependapat kalau akikah semestinya dikerjakan dalam hari ke-7 seusai bayi dilahirkan.
Namun demikian, kerapkali kita dapati di tengahnya penduduk kalau banyak anak yang masih belum diakikahkan walaupun sebenarnya umurnya udah dewasa. Bagaimana hukumnya?
Banyak ulama bermacam mazhab punya penglihatan yang beda dalam menghadapi masalah yang begitu.
Pertama, mazhab Maliki berasumsi kalau akikah jadi tiada seandainya lewat dari hari ke-7 kelahiran sang bayi.
Ke-2 , menurut mazhab Hambali, apabila lewat dari hari ke-7 kelahiran jadi bisa dilakukan dalam hari ke 14 atau ke 21 sejak mulai bayi dilahirkan.
Ke-3 , mazhab Syafi’i berasumsi kalau bahwa akikah masih menjadi tanggung-jawab orang-tua terutama si ayah sampai sang anak udah baligh. Kalau sudah dewasa, akikah jadi tiada namun sang anak bisa buat mengakikahi diri kita sendiri.
Buat saran mazhab Syafi’i itu, diperjelas oleh Imam Nawawi Banten dalam kitabnya Tausyih Versi Fathil Qaribil Mujib.
Beliau berucap, “Misal sang bayi meninggal dunia sebelumnya hari ke-7 , jadi kesunahan akikah tidak tiada. Kesunahan akikah tidak juga lewat sebab terhenti sampai hari ke-7 berakhir. Bila penjagalan akikah dipending sampai sang anak baligh (dewasa), jadi hukum sunahnya tiada buat sang orang-tua.
Berarti orang-tua tidak akan disunahkan mengakikahkan anaknya yang udah baligh sebab tanggung-jawab akikah orang-tua udah terputus dikarenakan kemandirian sang anak. Sementara agama memberinya alternatif pada satu orang yang udah balih buat mengakikahkan diri sendiri atau mungkin tidak. Namun lebih baiknya, dia masih mengakikahkan diri sendiri buat susul sunah akikah yang lewat sewaktu dia masih kecil.”
Ulama lain menerangkan juga implementasi akikah ini terkait di kapabilitas ke-2 orang-tua.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berucap, “Hukum akikah yaitu sunah muakad (sunah yang begitu direkomendasikan). Akikah buat anak laki laki dengan 2 ekor kambing, sementara itu buat anak wanita dengan satu ekor kambing.
Namun, apabila mencukupkan diri dengan satu ekor kambing buat anak laki laki, hal semacam itu pun diizinkan. Petunjuk akikah ini umumnya jadi tanggung-jawab si ayah sebab beliaulah yang memikul nafkah anak.
Seandainya sewaktu waktu direkomendasikannya akikah (hari ke-7 kelahiran), orang-tua pada situasi sukar/tak dapat, jadi dia tak disuruh buat akikah dikarenakan Allah ta’ala berfirman yang berarti, “Bertakwalah pada Allah semampu kalian.” (QS. At-Taghabun: 16).
Akan tetapi seandainya sewaktu waktu direkomendasikannya akikah orang-tua pada situasi berkecukupan, jadi akikah masih jadi tanggungan buat si ayah, bukan ibu ditambah lagi anaknya.” (Liqaatul Babul Maftuh, Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin).
Info Lainnya kunjungi jasa layanan aqiqah terpercaya dan profesional